Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Berdirinya NU Mojokerto

BERDIRINYA NU MOJOKERTO 
Antara tahun 1928 dan 1929
---------------------------------------------
Gambar : Mbah Wahab dan Mbah Bisri, dua tokoh yang menghadiri pembentukan NU Afdeling Mojokerto tahun 1929
                            * * ** * * * * *
Dinamika perkembangan NU pada masa awal pembentukannya banyak menggunakan jaringan pesantren. Karena itu tidak butuh waktu lama organisasi jam'iyah NU telah banyak memiliki cabang di berbagai daerah di Jawa. Didirikan pada 31 Januari 1926 dengan berpusat di Surabaya yang letaknya tidak jauh dari Mojokerto, tentu gemanya sampai juga di Mojokerto.

Secara jaringan tidaklah sulit untuk menemukan kaitan kyai dan santri Mojokerto dengan Jombang. Jarak yang relatif dekat membuat ada banyak anak Mojokerto yang mondok di Jombang, khususnya di Tebuireng. Para santri Tebuireng inilah yang banyak berperan dalam gerakan sosial keagamaan di Mojokerto.

Salah satu contohnya adalah ketika Kiai Abdul Wahab Chasbullah - salah seorang pendiri NU - menggalakkan pendirian madrasah, di Mojokerto pun ikut serta. Di pelopori oleh KH. Zainul Alim Suronatan, Kyai Nawawi dan tokoh-tokoh lainnya, di Mojokerto berdiri sebuah madrasah pada 1926. Madrasah tersebut kini dikenal sebagai Madrasah Al Muhsinun Kauman. Sekolah partikelir khusus keagamaan tersebut mengambil role model dari Madrasah Nahdlatul Wathan Surabaya yang berdiri tahun 1916.

Geliat kebangkitan para ulama di Mojokerto pun terekam tatkala NU memutuskan untuk mendirikan cabang di berbagai daerah. Dengan sigap para kiai di sana meresponnya dengan cukup baik. Sebagaimana tertulis dalam Swara Nahdlatoel Oelama edisi nomor 7 tahun kedua, Rajab 1347. Pada edisi tersebut diberitakan perihal pendirian NU Cabang Mojokerto. 

Disebutkan, pada Ahad malam, 18 Dzulhijah 1347 H atau bertepatan dengan 28 Mei 1929, KH. Wahab Chasbullah bertandang ke Mojokerto. Ia didampingi oleh Kiai Bisri Syansuri yang saat itu menjabat sebagai Katib Syuriyah NU Cabang Jombang. Keduanya menghadiri sebuah musyawarah yang diikuti oleh para kiai dan tokoh masyarakat setempat. 

Dalam pertemuan tersebut, secara bergantian Kiai Wahab dan Kiai Bisri menjelaskan tentang pentingnya ikatan di antara umat Islam. Ikatan yang mampu menjaga syiar "li i'laa kalimatillah" dalam menghadapi tantangan zaman kala itu. Yakni, gerusan puritanisasi beragama (Wahabi) maupun kristenisasi oleh penjajah. 

Dengan menyitir berbagai dalil dari Al-Qur'an dan Al-Hadits, keduanya memberikan solusi yang lugas. Solusi tersebut adalah dengan bergabung di NU serta mendirikan cabangnya di Mojokerto. Tawaran tersebut langsung disepakati oleh para kiai yang hadir serta semua peserta musyawarah. 

Tak hanya disepakati, pada malam itu juga, dilakukan pembentukan kepengurusan. Dimana, KH. Zainul Alim terpilih sebagai Rais Syuriyah yang pertama. Dia didampingi oleh Kiai Muhammad Rozihan selaku Katib atau sekretarisnya. 

Dalam pertemuan tersebut, juga dipilih beberapa A'wan (pembantu Syuriyah). Antara lain adalah KH. Muhammad Nawawi. Ia adalah seorang ulama yang gugur syahid saat perang revolusi menghadapi agresi militer Belanda pada 22 Agustus 1946. Nama lain di posisi A'wan ini antara lain Kiai Muhammad Imam, Kiai Abdul Barri, Kiai Muhammad Hafidz, Kiai Muhammad Dimyathi, KH. Muhammad Nawawi, Kiai Muhammad Muridan. Sedangkan yang ditunjuk sebagai Mustasyar hanya seorang, yaitu Kiai Muhammad Sa'id. 
Adapun yang ditunjuk sebagai "presiden tanfidziyah" adalah Muhammad Kahfani (?) (tulisan aslinya: محمد كهفان). Ia ditemani seorang wakil yang bernama Haji Abdurrahim. Sedangkan sekretarisnya bernama Astro Husain ( استرا حسين) dan wakilnya, Haji Dahlan. Posisi "kasier" yang saat ini dikenal dengan sebutan bendahara dijabat oleh Haji Muhammad Idris. 

Pada struktur NU masa awal, memang tak mengenal pengurus lembaga sebagaimana dewasa ini. Tapi, dulu dikenal istilah "komisaris" untuk menjalankan tugas-tugas ke-NU-an dalam bidang-bidang tertentu. Pada struktur perdana kepengurusan Cabang NU Mojokerto sendiri ada enam orang yang ditunjuk sebagai komisaris. Berikut adalah nama-namanya: Muhammad Subhan, Muhammad Kholil, Muhammad Dimyathi, Astro Bana, Haji Abdurrahman, dan Pak Abu Khiar. 

Terkait dengan berdirinya NU Mojokerto itu sendiri ada perbedaan tahun. Pada buku yang ditulis oleh Abdullah Masrur berjudul "Nasionalisme Dua Kyai" menyebut tahun berdirinya adalah 1928. Sumber penulisan berdirinya NU tahun 1928 itu berdasarkan penuturan KH. Ahyat Chalimy yang sempat diwawancarai Pak Masrur saat menulis buku tersebut. Sebagai saksi sejarah, KH. Ahyat Chalimy memang tidak ikut dalam pertemuan pembentukan NU Mojokerto dikarenakan usianya masih muda. Namun sebagai aktivis NU tentu beliau tahu pasti tentang keberadaan organisasi NU di Mojokerto. Karena itu NU di tahun 1928 tidak bisa dikesampingkan.

Pak Masrur pun menyebut bila dalam struktur NU tahun 1928 dipimpin oleh Rais Syuriah, Kyai Zainal Alim Suronatan dengan didampingi oleh Kyai Nawawi Jagalan selaku wakil rais syuriah. Sedangkan sebagai pelaksana organisasi atau Tanfidziyah adalah Pak Maslam selaku ketua dengan (Ra)Den Hafi selaku sekretaris dan Kamad sebagai bendahara. Apakah nama Kamad ini orang yang sama dengan sosok yang bernama Muhammad Idris yang menjabat bendahara pada kepengurusan tahun 1929 ?

Besar kemungkinan keberadaan organisasi NU di memang telah ada sejak tahun 1928, tetapi secara formal ditetapkan pada tahun 1929 seperti apa yang terdapat dalam Swara NO. Mengapa perlu ditetapkan langsung oleh pengurus besar NU yang kehadirannya di Mojokerto diwakili oleh Mbah Wahab dan Mbah Bisri. Kehadiran beliau sekaligus untuk melakukan verifikasi faktual atas keberadaan NU di Mojokerto. Hal itu terkait dengan persiapan undangan untuk hadir dalam Konggres NU tahun 1929. Dengan kata lain status NU Mojokerto tahun 1928 adalah sebagai cabang (Afdeling) NU persiapan sementara status cabang penuh baru didapatkan setahun kemudian.

Pada data lain menyebutkan bila kehadiran dua sosok penting NU di Mojokerto tersebut adalah karena diundang oleh Kyai Adnan yang tinggal di Mojokerto. Dari situ dapat ditarik kesimpulan bila kehadiran Mbah Bisri yang menjabat sebagai Ketua NU Cabang Jombang adalah karena cabang Mojokerto yang statusnya cabang persiapan itu berada dalam pengampuan Cabang Jombang.

Setelah pertemuan yang dihadiri Mbah Wahab dan pengesahan kepengurusan maka NU memdapatkan hak memghadiri pertemuan besar NU se-Indonesia yang dinamakan Konggres NU pada 19 September 1929 di Semarang. Pengurus NU cabang Mojokerto yang hadir adalah Kyai Dimyati.

Beberapa cerita menyebutkan bila pertemuan pembentukan NU Mojokerto itu dilakukan di Trowulan. Kyai Dimyati yang kemudian mendirikan pesantren Al Islah Trowulan menjadi tuan rumah kegiatan bersejarah tersebut.
_________________
Catatan : Sebagian data tulisan adalah hasil copas dari Ayung Notonegoro

Posting Komentar untuk "Berdirinya NU Mojokerto "