Khitbah, Pengertian, Hikmah Dan Jenis-Jenisnya
Khitbah, Pengertian, Hikmah Dan Jenis-Jenisnya
Khitbah, Pengertian, Hikmah Dan Jenis Jenisnya - Khitbah sebagaimana yang sudah kita semua ketahui merupakan sebuah prosesi lamaran yang mana pihak keluarga calon mempelai laki-laki mengunjungi kediaman calon mempelai perempuan.
Dalam pertemuan ini, pihak mempelai laki-laki akan mengutarakan permintaannya untuk mengajak sang mempelai perempuan untuk dikhitbah.
Kata khitbah berasal dari bahasa Arab yang artinya meminang. Adapun Arti kata Khitbah secafa istilah, ialah sebuah lamaran antara dua sosok manusia laki laki dan perempuan yang hendak menuju ke jenjang pernikahan.
Oleh sebab itu, Khitbah merupakan sebuah pendahuluan sebelum memasuki ke jenjang yang lebih jauh yakni pernikahan.
Disini kita akan membahas lebih detail mengenai pengertian khitbah, Hikmah daripada Khitbah, macam-macam Khitbah, Kriteria Perempuan yang hendak dikhitbah serta perempuan yang boleh dikhitbah. Semua akan kami jelaskan pada tulisan dibawah ini.
Pengertian Khitbah
Khitbah adalah mengungkapkan keinginan untuk menikah dengan seorang perempuan tertentu dan memberitahukan keinginan tersebut kepada perempuan tersebut dan walinya.
Pemberitahuaan keinginan tersebut bisa dilakukan secara langsung oleh lelaki yang hendak mengkhitbah, atau bisa juga dengan cara memakai perantara keluarganya. fika si perempuan yang hendak dikhitbah atau keluarganya setuju maka tunangan dinyatakan sah. Dengan demikian, hukum dan konsekuensi syariat yang akan saya sebutkan telah berlaku.
Hikmah Khitbah
Khitbah sebagaimana pendahuluan pernikahan lainnya adalah sebuah cara bagi masing-masing pihak (suami-istri) untuk saling mengenal di antara keduanya.
Karena khitbah tersebut merupakan jalan untuk mempelaiari akhlah tabiat dan kecenderungan masing-masing dari keduanya. Akan tetapi hal itu harus dilakukan sebatas yang diperbolehkan secara syariat, dan itu sudah sangat cukup sekali.
Jika telah ditemukan rasa kecocokan dan keselarasan maka sudah mungkin untukdilangsungkan-nya pernikahan yang merupakan ikatan abadi dalam kehidupan.
Dengan demikian, kedua belah pihak akan dapat merasa tentram bahwa mereka berdua akan hidup bersama dengan selamat, aman, bahagia, cocoh tenang, dan penuh rasa cinta, yang kesemuanya itu merupakan tujuan-tujuan yang sangat ingin diraih oleh semua pemuda dan pemudi serta keluarga mereka.
Macam Macam Khitbah
Ada kalanya khitbah dilakukan dengan mengungkapkan perasaan cinta secara terang-terangan. Seperti perkataan seorang lelaki yang hendak mengkhitbah, "Saya ingin menikahi si fulanah."
Ada kalanya juga khitbah dilakukan secara implisit atau dengan sindiran dan indikasi. Cara tersebut dilakukan dengan langsung berbicara dengan si perempuan, seperti, "Kamu sangat layak untuk dinikahi", atau, "Orang yang mendapatkanmu pasti beruntung' atau, "Saya sedang mencari perempuan yang cocok sepertimu", dan semisalnya.
Konsekuensi Setelah Khitbah
Khitbah hanya sekadar janji untuk menikah, bukan merupakan pernikahan itu sendiri.
Sesungguhnya pernikahan tidak akan terjadi melainkan dengan diselenggarakannya akad nikah yang sudah makruf. Kedua insan yang telah melakukan prosesi khitbah tetap berstatus sebagai orang lain.
Si lelaki tidak diperbolehkan melihat kepada si perempuan melainkan sebatas yang diperbolehkan oleh syariat, yaitu wajah dan kedua telapak tangan, sebagaimana yang akan kami jelaskan. Undang-undang ahwal syakhshiyyah Syiria Pasal 2 berbunyi: "Khitbah
janji untuk menikah, membaca fatihah, menerima mahar dan menerima hadiah bukan me-rupakan pernikahan itu sendiri."
KRITERIA.KRITERIA PEREMPUAN YANG HENDAK DIKHITBAH
Agama Islam sangat menginginkan akan kelanggengan pernikahan dengan berpegang teguh dengan pilihan yang baik dan asas yang kuat sehingga mampu merealisasikan kejernihan, ketentraman, kebahagiaan dan ketenangan' Semua itu dapat diraih dengan adanya agama dan akhlak.
Agama dapat semakin menguat seiring dengan bertambahnya umu! sedangkan akhlak akan semakin lurus seiring dengan berialannya waktu dan pengalaman hidup.
Adapun tujuan lainnya yang sering mempengaruhi manusia, seperti harta, kecantikan, dan iabatan, semuanya itu bersifat temporal. Hal itu tidak dapat menciptakan kelanggengan hubungan, bahkan umumnya malah menjadi pemicu timbulnya sifat saling berbangga diri dan merasa tinggi serta ingin dipandang oleh orang lain.
Oleh karena itu, Nabi saw. bersabda,
تُنكح المرأة لأربع: لمالها ولحسبها ولجمالها ولدينها، فاظفر بذات الدين ترِبَتْ يداك
“Perempuan itu dinikahi karena empathal: karena harta, keturunan, kecantikan dan agama nya. Akan tetapi lebih memilihlah perempuan yang memiliki agama. Jika tidak demikian maka kamu akan tertimpa kerugian dan kefakiran.”
Hadis diatas telah disepakati oleh pemilik ketujuh kitab Shahih (Ahmad dan enam imam), diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a.. Hasab adalah perbuatan baik seseorang dan leluhurnya (Subulus Salam:3/111)
Maksudnya, pada umumnya yang menarik minat para lelaki untuk menikah adalah keempat hal tersebut, dan perempuan yang memiliki agama oleh mereka diposisikan pada bagian paling akhir.
Oleh sebab itu, Nabi saw memerintahkan mereka agar jikalau mereka telah menemukan perempuan yang memiliki agama maka hendaknya mereka memilih perempuan tersebut. Jika hal itu tidak dilakukan niscaya mereka akan tertimpa kerugian dan kefakiran.
Kemudian secara jelas Nabi saw melarang menikahi perempuan kecuali dengan landasan agamanya dan mewanti-wanti akibat harta dan kecantikan. Beliau saw. bersabda,
لاَ تُنكِحوا النساءَ لِحُسْنِهن فَلَعَلَّهُ يُرْدِيْهِنَّ، ولا لِمَالِهِنَّ فَلَعَلَّهُ يُطْغِيْهِنَّ وانكحوهن للدين. وَلَأَمَةٌ سوداء خَرْمَاءُ ذاتُ دِينٍ أَفْضَلُ
"Jangahlah kalian menikahi para perempuan karena kecantikan mereka, boleh jadi kecantikan tersebut akan menghancurkan mereka. Juga janganlah kalian menikahi karena harta mereka, boleh jadi harta itu meniadikan mereka berlebihan. Nikahilah mereka karena agamanya. Sungguh seorang budak perempuan hitam bodoh namun memiliki agama lebih utama untuk dinikahi."
Sedangkan mengenai perempuan terbaim ada sebuah riwayat yang berbunyi,
قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ
"Dari Abu Hurairah r.a., dia berkata, Rasulullah pernah ditnnya, Siapa perempuan terbaik?
Beliau menjawab, Perempuan yang dapat membuat bahagia suaminya jika suaminya melihatnya, menaatinya jika ia memerintah, dan tidak menyelisihinya dalam diri dan hartanya dengan sesuatu yang ia tidak sukai. (HR Nasa'i dan Ahmad dari Abu Hurairah)
Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar. janganlah sekali-kali seorang pemuda terpedaya dengan kecantikan yang berada di dalam lingkungan yang memiliki tingkat pedidikan rendah. Darul Quthni dan Dailami meriwayatkan dari Abu Said bahwasannya Rasulullah saw. pernah bersabda,
عن أبي سعيد الخدري ، أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : إياكم وخضراء الدمن
فقيل : يا رسول الله ، وما خضراء الدمن ؟
قال : المرأة الحسناء في المنبت السوء
"Hindarilah oleh kalian khadraau diman. Para sahabat bertanya, Apa khadraau diman itu wahai Rasulullah?'
Beliau menjawab, Seorang perempuan cantik yang berada di lingkungan yang jelek."'
Akan tetapi, Darul Quthni menyatakan bahwa dari satu sisi hadits di atas tidak sahih.
Memilih perempuan dengan baik mempunyai dua tujuan; membahagiakan laki-laki dan menumbuh-kembangkan anak-anak dengan pertumbuhan yang baik dengan penuh istiqamah dan budi pekerti yang luhur. Oleh sebab itu, Nabi saw. bersabda
تَخَيَّرُوا لِنُطَفِكُمْ فَانْكِحُوا الْأَكْفَاءَ وَأَنْكِحُوا إِلَيْهِمْ
"Pilihlah istri yang terbaik. Menikahlah dengan perempuan yang setara dan nikahkanlah perempuan-perempuan kalian dengan para lelaki yang setara pula." (Hadits ini dishahihkan oleh Imam Hakim dari riwayat Aisyah. Hadits ini diriwayatkan oleh imam Hakim, Ibnu Majah, Baihaqi)
Perempuan yang hendak dikhitbah mungkin dapat kita ringkas menjadi sebagaimana berikut;
Sebagaimana dijelaskan oleh para ulama Syafiiyyah, Hanabilah dan lainnya. Mereka berkata dengan menganjurkan hal-hal berikut:
1. Perempuan tersebut hendaknya seorang yang mempunyai agama. Sebagaimana dalam hadits sebelumnya yang berarti, Maka kamu harus lebih memilih perempuan yang mempunyai (ketaatan) agama."
2. Perempuan tersebut hendaknya subur [berpotensi dapat melahirkan banyak anak). Itu sebagaimana anjuran dalam sebuah hadits yang berbunyi,
تَزَوَّجُوا الوَدُودَ الوَلودَ ، فإني مُكَاثِرٌ بكم الأنبياءَ يومَ القيامةِ
"Menikahlah dengan perempuan yang penyayang lagi subur. Sesungguhnya aku kelak di hari kiamat akan membanggakan jumlah kalian yang banyak kepada umat-umat lain." (Diriwayatkan oleh Said bin Manshur dalam Sunan-nya, Abu Dawud, Nasai, dan Hakim sekaligus menyahihkan sanadnya dari Mu'qal bin Yasar.)
3. Hendaknya perempuan tersebut masih perawan. Sebagaimana dalam hadits Nabi saw.,
فهلا بكرا تلاعبها وتلاعبك؟
'Tidaklah lamu menilahi seomqg peruwan yang dapatkamu permainkan dan dia pun memperrnainkanmu?" (HR Bukhari Muslim).
4. Hendaknya perempuan tersebut berasal dari rumah yang dikenal mempunyai agama dan qanaah. Karena itu merupakan sumber agama dan sifat qana'ahnya.
5. Hendalmya perempuan tersebut berasal dari
keluarga baik-baik agar anaknya menjadi orang yang unggul. Karena sesungguhnya boleh jadi anak tersebut akan menyerupai keluarga si perempuan dan cenderung menirunya. Anjuran tersebut sebagaimana dalam hadits yang arti nya, "Pilihlah karena keturunannya."
Tidak sepatutnya menikahi seorang perempuan hasil dari perzinaan, perempuan telantat dan perempuan yang tidak mengetahui siapa bapaknya. Menikahi mereka hukumnya makruh. Itu boleh saia dilakukan dan tidak haram.
Adapun ayat yang artinya, "seorang penzina tidak akan menikahi kecuali perempuan penzina...." (an'-Nuur: 3), telah mansukh (dihapus). Atau boleh jadi itu memang benar-benar terjadi.
6. Hendaknya perempuan tersebut cantik; karena itu lebih dapat membuat jiwa tenang dapat menundukkan pandangan, dan dapat lebih menyempurnakan rasa cinta si lelaki.
Oleh karena itu, diperbolehkan melihat perempuan tersebut sebelum menikah. Itu sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah sebelumnya.
Akan tetapi, para ulama Syafi'iah menganggap makruh mengkhitbah perempuan yang sangat cantik.
7. Hendaknya perempuan itu bukan merupakan kerabat dekat agar anaknya meniadi lebih unggul. Sebagaimana ada yang mengatakan, "Sesungguhnya perempuan-perempuan yang bukan kerabat lebih unggul, sedangkan putri-putri paman sendiri lebih sabar."
Demikian juga, karena menikah dengan kerabat dekat tidak menjamin tidak terjadi perceraian. Jika teriadi perceraian, hal itu dapat menyebabkan terputusnya tali silahrrrahim keluarga, padahal menyambung tali silaturrahim keluarga sangat dianjurkan.
Mengenai hal itu, Imam Rafi'i berdalil mengikuti apa yang ada dalam kitab al-Washiith, yaitu hadits yang berbunyi,
'Janganlah kalian menikahi kerabat dekat Karena sesungguhnya anak akan terlahir dalam keadaan kurus."
Itu dikarenakan lemahnya syahwat. Hendalcrya tidak lebih dari satu perempuan, jika dengan hal itu sudah dapat menjaga kesucian diri. Karena lebih dari dua dapat menyebabkan terjerumus ke dalam keharaman.
Allah SWT berfirman yang arti-nya, "Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian." (An-Nisa 128). Nabi saw juga bersabda;
"Barangsiapa yang mempunyai dua istri, lantas dia lebih condong kepada salah satu dari keduanya maka kelak di hari kiamat ia akan datang dalam keadaan miring sebelah."
Menikah itu aslinya monogami bukan poligami. Dimakruhkan menikahi seorang perempuan pezina atau yang terkenal sebagai pezina sekalipun belum terbukti bahwa dia adalah seorang pezina.
Perempuan Yang Dibolehkan dikhitbah
Sebagaimana sudah jelas bahwa khitbah adalah pendahuluan dan wasilah untuk menuju sebuah pernikahan. Jika menikahi seorang pe-rempuan secara syariat dilarang maka mengkhitbahnya pun dilarang juga.
Namun, jika menikahi seorang perempuan secara syariat bomleh maka mengkhitbahnya pun diperbolehkan.
Terkadang juga ada larang syariat untuk menikah dan mengkhitbah yang bersifat temporal. Oleh sebab itu, untuk membolehkan khitbah diperlukan dua syarat:
Perempuan yang Tidak Diharamkan oleh syariat untuk dinikahi
Yaitu, perempuan yang termasuk dari perempuan-perempuan mahram sendiri yang haram untuk dinikahi selamanya, seperti saudara perempuan, bibi dari ayah dan ibu. Atau yang diharamkan secara temporal, seperti saudara perempuan istri dan istri orang lain.
Perempuan-perempuan yang haram dinikahi selamanya itu dikarenakan mengandung bahaya kepada anak dan sosial masyarakat. Sedangkan pengharaman atas perempuan-perempuan yang haram dinikahi secara temporal karena akan dapat menimbulkan pertikaian dan bahaya.
Mengkhitbah perempuan di masa iddah
Perempuan yang masih berada dalam masa iddah termasuk dalam kategori perempuan yang haram dikhitbah yang bersifat temporal. Ia masih dalam masa iddah dari suami sebelumnya.
Para ulama ahli fiqih telah bersepakat bahwa mengkhitbah secara sharih (jelas) atau membuat janji menikah dengan perempuan dalam kondisi tersebut hukumnya haram. Baik iddah tersebut adalah iddah wafat, iddah thalaq raj'i, atau thalaq baain.ltu dikarenakan firman Allah SWT yang artinya, "Dan tidak ada dosa bagimu meminang perempuan-perempuan itu dengan sindiran atau kamu sembunyikan (keinginanmu) dalam hati. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut kepada mereka. Tetapi janganlah kamu membuat perjanjian (untuk menikah) dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan kata-kata yang baik. Dan janganlah kamu menetapkan akad nikah, sebelum habis masa idahnya. Ketahuilah bahwa Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu, maka takutlah kepada-Nya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun, Maha Penyantun." (QS. Al-Baqarah: 235)
Khitbah tashrih (sharih) adalah mengungkapkan keinginan menikah secara terang-terangan, seperti berkata, "saya ingin menikahimu", atau, "jika iddahmu selesai saya akan menikahimu." Sebab diharamkannya khitbah secara tashrih adalah boleh jadi si perempuan akan berbohong bahwa iddahnya telah usai.
juga dikarenakan khitbah di masa iddah dapat menyakiti hati laki-laki yang telah menthalaq si perempuan. Sedangkan secara syariat menyakiti orang lain hukumnya haram, karena firman Allah SWT yang artinya, "Janganlah kamu melampaui batas, Karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." (al-Baqarah: 190).
Adapun khitbah secara ta'ridh (sindiran) adalah sebuah ucapan yang dapat memberi pengertian bahwa si lelaki bermaksud untuk menikah, namun tidak secara jelas.
Termasuk dalam hal ini adalah memberi hadiah atau sesuatu yang mengandung kemungkinan ingin atau tidak untuk menikahi, seperti perkataan: kamu cantik, betapa banyak lelaki yang mencintaimu, adakah orang yang dapat menemukan perempuan secantikmu, aku tidak membencimu, semoga Allah memberiku karunia perempuan shalehah, dan semisalnya.
Jika iddah tersebut disebabkan karena wafatnya suami si perempuan maka khitbah boleh dilakukan, menurut kesepakatan para ahli fiqih.
Karena dengan kewafatan tersebut ikatan suami-isteri telah usai. Mengkhitbah dalam keadaan tersebut tidak akan menyakiti dan membahayakan suami yang sudah wafat.
Akan tetapi, jika sebab iddahnya adalah thalaq: jika thalaqnya raj'i maka menurut kesepakatan para ahli fiqih, khitbah haram dilakukan.
Karena orang yang menalaqnya masih memiliki hak untuk ruju' lagi ketika iddah. Dengan demikian, mengkhitbah pada saat itu dapat mengganggu haknya, karena perempuan tersebut masih berstatus istri atau semakna dengan itu.
Jika thalaqnya ba'in sugra (kecil) ataupun kubra (besar) maka mengkhitbah perempuan yang dalam kondisi ini ada dua pendapat:
Hanafiah: khitbah haram; karena dalam kondisi thalaq ba'in sugra si lelaki masih mempunyai kesempatan untuk akad nikah ulang sebelum selesai masa iddah, sebagaimana setelah selesai iddah. Jika dalam kondisi itu khitbah diperbolehkan maka hal itu akan menyakiti si lelaki, karena dia masih memiliki kesempatan untuk kembali lagi kepada istrinya, sebagaimana dalam thalaq raj'i.
Adapun ketika perempuan dalam kondisi thalaq ba'in kubra maka khitbah secara ta'ridh dilarang ketika masih dalam masa iddah. Itu agar si perempuan tidak berbohong bahwa dirinya telah usai masa iddahnya.
Juga agar lelaki yang hendak mengkhitbah tidak dituduh bahwa dia merupakan sebab keretakan rumah tangga si perempuan. Adapun firman Allah swt. yang artinya, "Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. AIIah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekadar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma'ruf. Dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis 'iddahnya, Ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; Maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun." (al-Baqarah: 235).
Ayat ini dikhususkan atas perempuan-perempuan yang berada dalam kondisi iddah wafat. ini sebagaimana pengertianyang dikandung ayatsebelum-nya yang artinya, "Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuIuh hari. Kemudian apabila telah habis iddah'
nya, Maka tidak ada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat." (al Baqarah 234)
jumhur: khitbah boleh karena keumuman
firman Allah SWT yang artinya, "Dan tidak ada dosa bagimu meminang perempuan-perempuan itu dengan sindiran atau kamu sembunyikan (keinginanmu) dalam hati. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut kepada mereka. Tetapi janganlah kamu membuat perjanjian (untuk menikah) dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan kata-kata yang baik. Dan janganlah kamu menetapkan akad nikah, sebelum habis masa idahnya. Ketahuilah bahwa Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu, maka takutlah kepada-Nya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun, Maha Penyantun. (QS. Al-Baqarah 235)
Kalimat "kecuali sekadar mengucapkan perkataan yang ma'ruf" artinya jangan kamu mengadakan janji nikah dengan mereka melainkan dengan cara ta'ridh (sindiran) bukan tashrih (terang-terangan). Itu karena kekuasaan lelaki yang menthalaq ba'in telah usai.
Thalaq ba'in dengan dua macamnya tersebut dapat memutus ikatan pernikahan. Oleh karenanya, mengkhitbah secara ta'ridh bukan merupakan bentuk penistaan terhadap hak lelaki yang menalaq.
Dengan demikian, perempuan dalam kondisi ini serupa dengan perempuan dalam kondisi masa iddah sebab ditinggal wafat suaminya.
Saya menguatkan pendapat jumhur ulama dalam thalaq ba'in kubra, karena tidak akan timbul kedehgkian di hati seorang suami yang telah menceraikan istrinya secara sempurna.
Akan tetapi saya menguatkan pendapat ulama Hanafiah dalam thalaq ba'in sugra. Jika perempuan yang masih berada dalam masa iddah dinikahi, lantas terjadi hubungan suami-istri, ulama bersepakat bahwa pernikahan itu batal/rusak, karena Allah SWT telah melarangnya. Oleh karenanya, menurut Imam Malik
Ahmad, dan Sya'bi, lelaki tersebut selamanya diharamkan untuk menikahi perempuan tersebut, sebagaimana yang diterapkan oleh Umar ibnul Khaththab. Itu karena si lelaki telah menghalalkan sesuatu yang tidak halal, maka dia harus dihukum dengan dilarang menikahi perempuan tersebut selamanya.
Sebagaimana seorang pembunuh dilarang untuk mewarisi harta orang yang telah ia bunuh.
Para ulama Hanafiah dan Syafiiyah berkata, "Dalam kondisi tersebut pernikahan batal/rusak Jika iddah perempuan tersebut telah usai maka si suami boleh mengkhitbah dan menikahinya kembali.
Pengharaman tersebut tidak berlaku selamanya, karena aslinya perempuan tersebut tidak diharamkan untuk dinikahi, kecuali ada dalil yang mengharamkannya dari Al Qur'an, sunnah, atau ijma', dan itu tidak ada."
Hendaknya percmpuan itu tidak dikhitbah oleh orang lain Karena tidak boleh hukumnya mengkhitbah perempuan yang telah dikhitbah orang lain. Itu sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi saw.,
"Janganlah saleh seorang di antara kalian mengkhitbah perempuan yang telah dikhitbah oleh saudaranya seiman, sampai ia meninggalkannya atau memberi izin."
Saya telah menjelaskan secara detail permasalahan ini pada bagian keenam sebelumnya. Larangan dalam hadits ini dan yang sejenisnya, sangat ielas menunjukkan akan keharaman perbuatan tersebut.
Karena orang tersebut dilarang untuk menyakiti orang lain. Dengan demikian hal tersebut diharamkan, sebagaimana larangan memakan harta orang lain dan membunuhnya.
Jika orang tersebut melakukan hal itu [mengkhitbah perempuan yang telah dikhitbah) maka menurut jumhur ulama, pernikahannya sah, namun kedua-duanya ber-
dosa. Itu sebagaimana khitbah dalam masa iddah, karena larangan tersebut bukan terletak pada akad nikahnya itu sendiri, akan tetapi terletak pada perkara yang telah keluar dari koridornya.
Oleh karenanya, hal itu tidak menyebabkan akad nikahnya tersebut batal, seperti orang berwudhu dengan air orang lain tanpa izin.
Diriwayatkan dari Malik dan Dawud, bahwa pernikahan tersebut tidak sah, karena hal itu dilarang seperti nikah Syighar. (Nikah Syighar adalah pernikahan secara barter dengan berkata, 'Aku nikahkan kamu dengan saudariku, dengan syarat kamu menikahkanku dengan saudarimu.")
Pendapat yang kuat di kalangan ulama Malikiyah yakni, jika perkara tersebut sampai ke dewan hakim, lantas si lelaki mempunyai bukti akad nikah dengan perempuan tersebut, maka dia waiib membatalkan pernikahan tersebut dengan thalaq ba'in sebelum terjadi hubungan suami-istri.
المصدر: الفقه الاسلامي وأدلته، ج 9، ص٢٠-٢٩
Sumber: Fiqih Islam Wa Adillatuhu, jil.9, hal 20-29
Posting Komentar untuk "Khitbah, Pengertian, Hikmah Dan Jenis-Jenisnya"